Menurut Pitlo, untuk istilah “wasiat” dapat juga dipergunakan kata “kehendak terakhir”. “Kehendak terakhir” dipergunakan dalam arti, apa yang dikehendaki seseorang akan berlaku sesudah ia meninggal dunia sesuai dengan apa yang ia tetapkan karena itu ada kehendak terakhir dalam arti materil dan ada dalam arti formil. Pembuat undang-undang memakai kata-kata tersebut kali ini dalam arti yang satu dan berikutnya dalam arti yang lain. Hal ini sesungguhnya tidak merupakan persoalan karena dari hubungan kalimatnya dapat diketahui apa yang dimaksudkannya.
Dari pengertian ini didapatkan bahwa ciri-ciri surat wasiat adalah merupakan perbuatan sepihak yang dapat dicabut kembali dan merupakan kehendak terakhir dan mempunyai kekuatan hukum setelah pewaris meninggal dunia. Dengan melihat ketentuan tersebut, maka terdapat suatu larangan untuk membuat wasiat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama untuk menguntungkan satu dengan yang lainnya maupun untuk kepentingan pihak ketiga dalam suatu akta (Pasal 930 BW).
Dalam Pasal 957 BW, undang-undang menguraikan hibah wasiat sebagai suatu ketetapan khusus, yang didalamnya pewaris menyatakan memberikan barang-barang tertentu atau (semua) barang-barang jenis tertentu kepada seseorang atau lebih, seperti misalnya seluruh barang-barang bergeraknya atau yang tidak bergerak atau hak pakai hasil dari seluruh atau sebagian barang-barangnya. Pemberian ini dinamakan khusus oleh karena merupakan lawan dari penunjukan waris (erfstelling) yang merupakan pemberian bersifat umum. Jikalau ahli waris tersebut adalah penerima hak dengan alas hak umum, maka legataris adalah penerima hak dengan alas hak khusus. Hal yang disebut terakhir ini tidak melanjutkan pribadi pewaris. Ia adalah penerima hak, seperti halnya seorang pembeli adalah juga penerima hak.
No comments:
Post a Comment